Trending Topic

Goresan Pena Rachel Aliene Corrie

Posted by agus darlis On Sabtu, 05 Juni 2010 0 komentar
Taukah anda corrie seorang aktivis kemanusiaan yang telah lama memperjuangkan nasib para warga palestina, kini dia telah pergi selama-lama nya wanita ini meninggal akibat terlindas oleh bullduzer sungguh kejam israel, Tentu masih jelas dalam ingatan kita bagaimana Pasukan tempur Angkatan Laut Israel menyerbu kapal Mavi Marmara yang berangkat dari turki yang membawa misi kemanusian. Pejuang kemanusian itu mengambil resiko apapun yang akan terjadi termasuk nyawa untuk menerobos blokade Israel guna membantu warga palestina yang terkurung dalam beberapa tahun belakangan ini, tapi tahu kah anda tentang sosok Rachel Aliene Corie yang namanya dijadikan sebuah nama lambung kapal yang saat ini telah berangkat dari Irlandia mencoba menerebos blokade Israel walau mungkin akhirnya nanti akan sama nasib nya seperti Mavi Marmara.

Saya mencoba menuliskan sedikit tentang beliau, Dia bukanlah seorang tokoh superhero seperti superman, batman, ataupun spiderman tapi dia lebih berani dari mereka, berdiri tegak tanpa baju super dan kekuatan super yang dimiliki, meninggalkan kehidupan nyamannya yang berjarak ribuan kilometer untuk membela keadilan, kedamaian dan kebenaran, catatan harian dan apa yang dia berikan kepada kemanusian sangat menginspirasi hati, dalam hal ini diri saya sendiri….

Rachel Aliene Corie, lahir di Olympia, Washington, USA 10 April 1979. Sosok wanita cantik, muda, lembut, energik dan mempesona, Lahir dan besar di tengah keluarga Kristen, di Olympia, Washington, Amerika Serikat.

Sebuah catatan pena dan sifat keberanian serta kemanusiannya telah menusuk relung hati yang paling dalam. Dia bukanlah sosok senator atau pesohor hollywod tetapi goresan pena, dan aktivitasnya telah menerobos batas-batas negara, benua dan lebih dalam masuk ke setiap jiwa-jiwa yang masih mempunyai hati. Rachel Aliene Corrie adalah relawan kemanusiaan International Solidarity Movement (ISM), Usia nya masih 23 tahun saat dirinya berdiri kokoh menentang penggusuran rumah-rumah warga palestina sebelum tubuh lemahnya diremukan oleh Bulldozer Caterpillar D9R buatan Amerika yang digunakan oleh IDF (Israel Defence Force) tentara Israel.

Di bangku sekolah, disaat musim dingin di Amerika, ketika remaja seusianya tengah tidur pulas menarik selimut mereka, Corie mencoba mengetuk hati setiap pengunjung disalah satu supermarket yang ada didekat tempat tinggalnya untuk menyumbangkan sebagian uang kembalian atau makanan untuk disumbangkan kepada mereka yang membutuhkan.

"Sekaleng makanan dari Anda, segudang manfaat bagi mereka yang kelaparan,". Kata corrie kepada para pengunjung supermarket tersebut

Corrie yang saat itu masih sangat muda, diusia remajanya memilih meninggalkan dunia hedonisme yang menjadi budaya mayoritas gadis seusianya di negeri asalnya.

"Kuingin menjadi seorang artis atau penari. Kumau mengubah dunia. Ku tak ingin gunakan obat-obatan. Bisa saja kutenggak alkohol sebelum cukup usia, tapi aku tak pernah merencanakannya. Kupercaya, jati diri didapat melalui proses, bukan melaui narkoba."

Rachel Corrie, mengabadikan cita-cita cinta dan kemanusiaannya melalui catatan-catatan hariannya. Semua tulisan dan gambarnya berbicara lugas dan berenergi. Dia beritahu dunia, bagaimana cara menjadi manusia. Dengan akal sehat, dengan kata yang waras, tulisan yang hidup, tindakan yang benar, semua telah dilakukan Corrie, di Palestina.

Tulisannya menjadi inti api yang memantik lentera-lentera di berbagai penjuru dunia untuk memberi tahu ada cinta Tuhan di setiap jiwa manusia. Inilah titik temu setiap insan. Maka dengan cinta-Nya, gelarlah permadani cinta untuk menari seirama gendang cinta,”.

Rachel Corrie. Sejak Olympia Movement for Justice and Peace (OMJP), Olympians for Peace in the Middle East (OPME), Students Educating Students about the Middle East (SESAME), Olympia Fellowship of Reconciliation (FOR) hingga International Solidarity Movement (ISM) disuplai energi kemanusiaan olehnya untuk meneriakkan kata “Merdeka!” Karena penjajahan yang diprakarsai negaranya (AS), Inggris dan Negara-negara Eropa masih berlangsung di hampir setiap sudut bumi ini.

Dengan pilihan merdeka, Rachel Corrie pergi ke Palestina. Corrie mempelajari isu tak masuk akal Palestina yang berhembus ke telinga dunia dengan kata konflik Palestina-Israel. Akhirnya dia mendapati sebuah kenyataan bahwa Israel telah menjajah Palestina sejak lebih setengah abad lampau.

Corrie, pergi ke Palestina, kewajibankah? Tak seorangpun menyalahkanmu untuk mengurungkan niat itu, ujar Mama Corrie. Corrie pun menjawab dengan pasti, Barang-barang sudah kukemas. Rasa takut itu manusiawi. Tapi kupikir, melakukannya tak mustahil. Harus kucoba, Mam”. Sekuat apapun bujukan keluarganya, niat Corrie tak tergoyahkan. Tekad telah bulat, Goodbye Olympia….

Januari 2003. Corrie berangkat ke Israel untuk transit ke Tepi Barat. Setibanya di tanah para pengungsi itu, dia langsung bergabung bersama aktifis internasionalis (Inggris, Jerman, Italia) di International Solidarity Movement (ISM).

Ketika sampai di Rafah, Corrie menyaksikan tank, bulldozer, menara-menara sniper dan pos-pos penjaga Israel kokoh berdiri di antara puing-puing bekas pemukiman penduduk Gaza. Tembok baja besar dibangun di reruntuhan dekat perbatasan Mesir. Dalam pandangannya tampak orang-orang Palestina bertahan, meski penindasan terus berlangsung. Wajah-wajah lusuh itu menjalani hidup serba kekurangan, menderita dan menunggu giliran direnggut maut. Itulah kisah pijakan pertama Corrie di bumi Palestina, seperti yang dikisahkan Craig Corrie, Mama Rachel Corrie.

Dentuman ledakan nyaris tak berjedah diselingi suara peluru-peluru yang dimuntahkan dari senapan serbu otomatis. Sesekali jerit ketakutan penduduk samar terdengar. Bisakah kau dengar itu…? Bisakah kau dengar itu…? ujar Corrie terbata-bata saat pertama kali menelepon mamanya dari rumah seorang Palestina tempat dia tinggal.

Meski berada dalam situasi gawat di Rafah, Corrie dan kawan-kawan sempat berdemonstrasi menentang serangan militer AS yang meluluh lantakan Irak pada 15 Februari 2003. “Ini salah satu tragedi terbesar dalam sejarah”, tutur Corrie.

Corrie menghadang tentara IDF yang hobi meluluh lantakan pemukiman penduduk Palestina terutama Gaza. Corrie sengaja menghuni rumah penduduk yang menjadi incaran buldoser-buldoser Zionis Israel. Corrie sadar, hak hidup merdeka milik semua bangsa, termasuk bangsa Palestina. Ya, Corrie tahu, hukum internasional harusnya melindungi ribuan orang di Rafah, Jalur Gaza. Tak ada hak siapapun untuk memusnahkan bangsa lain, apapun dalihnya, termasuk dalih pendirian negara ilegal Israel dan perluasan wilayahnya oleh IDF dengan membasmi penduduk di daratan berbatasan Mesir itu.

16 Maret 2003. Bersama tujuh pejuang internasional kemanusiaan dari Amerika dan Inggris, Corrie rela menjadi benteng hidup agar sisa rumah-rumah warga Palestina selamat dari serudukan buldoser Caterpillar D-9R milik Israel. Rachel dan aktivis ISM lainnya memiliki satu tujuan, bangsa Palestina berhak hidup aman di rumah mereka, di sekolah bahkan di dalam bis. Rachel berprinsip penjajahan Israel atas bangsa Palestina harus berakhir secepatnya. Pembantaian tak pernah dilakukan orang-orang beradab, apalagi dengan dalih perluasan wilayah. Mungkin aksi damai efektif sebagai solusi hingga terhenti pembantaian orang-orang Palestina. Sebagaimana penduduk Amerika dan seluruh dunia bisa hidup merdeka, begitupun dengan Palestina”, tutur Corrie.

Dua bulldoser dan tank-tank Israel melaju kencang di jalanan Hi salam, Rafah, Jalur Gaza, perbatasan Mesir menuju rumah-rumah penduduk Palestina. Satu buldoser dikendarai operator, dipandu seorang tentara yang berhenti tepat di depan rumah Nasrallah, salah satu keluarga di Rafah. Sudah beberapa hari Corrie tinggal di dalamnya. Bukan sekedar menumpang tidur, tapi Corrie sengaja melakukan itu agar tentara IDF mengurungkan niat membongkar rumah itu karena keberadaan dirinya. Juga, Rachel menegaskan tekadnya untuk bersama warga Palestina memperjuangkan kemerdekaan. Kesan seram ini diabadikan Corrie melalui e mail yang dikirim kepada Mamanya: Dua kamar depan rumah mereka tak dapat digunakan. Dinding-dindingnya hancur ditembus peluru-peluru Israel. Seluruh anggota keluarga, tiga anak dan dua pasang suami istri tidur di ruang tengah. Aku tidur di lantai bersama anak perempuannya, Iman dalam satu selimut.

Sekitar jam 5 sore, buldoser-buldoser Israel meraung-raung ingin meratakan bangunan warga milik palestina. Saat melintas, rantai roda baja itu menyemburkan onggokan tanah kering hingga mengenai aktivis-aktivis yang menjadi benteng hidup bagi rumah warga Gaza itu. Seorang aktivis Amerika terlempar berguling-guling sebelum akhirnya tersangkut di kawat berduri dan seorang aktivis Inggris terjepit dinding. Buldoser D9R Israel siap meratakan rumah itu, Corrie bergegas lari menghampiri. Dia tahu, keluarga Nasrallah berada didalam bangunan tersebut. Dia hadang buldoser itu layaknya Polantas menghentikan mobil di jalan raya.

Buldoser Israel tak menggubris. Aktivis-aktivis ISM lain menjerit histeris melambai-melambaikan tangan. Mereka ketakutan. Raungan buldoser meredam semua suara. Melihat D-9R semakin menggila menyeruduk, Corrie berupaya memanjat gundukan tanah yang dikeruk pisau buldoser agar tak tertelan. Posisi Corrie di atas gundukan itu cukup tinggi, pasti tentara IDF yang mengoperasikan kendaraan baja itu melihatnya. Tapi serdadu itu tetap tancap gas. Corrie terbanting kemudian terseret pisau Bulldozer. D9R terus melaju. Rantai-rantai baja itu bergerak melindas Rachel, kemudian mundur kembali. menyisakan tubuh hancur Sang gadis pemberani dari Olympia.

Teman-teman Corrie bergegas menghampiri. Corrie masih hidup kala itu. Dia sempat berkata, Sepertinya punggungku remuk’’. Tak lama ambulans Palestina datang. Saat itu dipastikan tiada harapan hidup bagi Corrie. Gadis berambut pirang itu dinyatakan meninggal beberapa saat setelah tiba di rumah sakit lokal.

Sayang, Rachel Corrie berada di pihak yang salah.” Dia mati dilindas buldoser Israel. Karena alasan itulah pemerintahnya (Amerika Serikat) mendiamkan dan menghentikan kasusnya.

Lazimnya, seorang anak, apalagi perempuan, mendapat warna orang tua dalam memilih dunianya. Berbeda dengan Rachel Corrie, justru pengaruhnya teramat besar bagi kedua orang tua, saudara, serta kawan-kawannya. Tulisan-tulisan Rachel Corrie memberikan inspirasi bahwa usia muda bukan saatnya untuk hidup dalam hedonisme, narkoba dan menghabiskan uang untuk bersolek diri. Jati diri juga dapat diperoleh lewat kepedulian dan aksi nyata untuk menciptakan dunia yang damai dan bebas dari kemiskinan.

Ribuan kilo ditempuh dengan satu tujuan, menyampingkan agama, ras, dan warna kulit demi tujuan kemanusian. Yang menjadi pertanyaan dalam benak ku, sungguh kau tak pernah mengenal mereka yang kau perjuangkan, kau tinggalkan kehidupan nyaman dan kemudahan yang kau dapat, ditengah kerumunan orang yang hanya bisa berteriak dan mengecam, kau datang melihat dan menjadi pagar hidup ditengah penderitaan rakyat palestina, menjadi martir kemanusian. Kau merasakan bagaimana disaat kau tertidur suara mortir. Walau Buldozer Caterpilar D-9 Israel mengupas kulit kepala dan meremukkan tulang punggung mu tak akan mampu membungkam suara keadilan yang kau suarakan. spirit mu tetap hidup, terutama di sanubari para pecinta keadilan, kedamaian dan kebenaran.

Sungguh aku sendiri merasa malu dalam diri dan hati ini, kau bukanlah seorang laki-laki seperti aku, dan kau juga bahkan bukan seorang muslim seperti ku. Tapi goresan pena dalam catatan harianmu dan semangat serta keberanian mu menyuarakan keadilan bagi saudara-saudaraku dipalestina telah menampar pipi wajah ini, semoga di usia muda ini ku aku bisa berbuat lebih seperti hal nya dirimu…

"Bila kata terujar mulutku tak berarti, biarkan ia mengambang sesaat di udara. Kan kujadikan itu kata-kata canda menghibur hingga kelak kucipta kalimat bermakna mengitarinya. Kumau terbang melayang untuk berkibar…. Beri aku jedah waktu, jangan komentari… Biarkanku menari, mengitari kelopak bunga lily. Kemudian melesat bagai air mancur, terbang menyertai kata-kataku yang tak berarti itu.". Rachel Corrie, 1979-2003

rachel corrie

Rachel Corrie (berjaket Orange) sesaat sebelum insiden terjadi. Disini jelas Rachel Corrie berada pada jarak pandang si pengemudi Bulldozer.

rachel corrie

Rachel Corrie tergeletak tak berdaya setelah dilindas oleh Bulldozer IDF milik Israel

rachel corrie

Rachel Corrie, Meninggal sesaat setelah ditabrak oleh bulldozer IDF Israel karena luka yang cukup parah.

rachel corrie

Sebuah Tugu kecil yang di bangun oleh rakyat Palestina untuk memperingati kematian Rachel Corrie

Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di kota Olympia, tempat kelahiran Rachel menuntut dilakukannya investigasi penuh atas insiden yang terjadi.

* Let Me Stand Alone (The Journals of Rachel Corrie)

sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Dilarang keras membuat SPAM pada setiap komentar diblog ini